Bona B.E. - Andai Aku Jadi Gayus Lyrics

0 Comment
Sebelas maret diriku masuk penjara
Awalku menjalani proses masa tahanan
Hidup dipenjara sangat berat kurasakan
Badanku kurus karena beban pikiran

Kita orang yang lemah tak punya daya apa apa
Tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor

Reff:

Andai ku gayus tambunan yang bisa pergi ke bali
Semua keinginannya pasti bisa terpenuhi
Lucunya dinegeri ini hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah pasrah akan keadaan

Tujuh oktober ku bebas dari penjara
Menghirup udara segar lepaskan penderitaan
Wahai saudara dan para sahabatku
Lakukan yang terbaik jangan engkau salah arah

Back to Reff

Biarlah semua menjadi kenangan
kenangan yang pahit dalam hidup ini
Baca selengkapnya »

20 JANUARI 2011

0 Comment
Semalaman aku membantu ibu membuat soal untuk Try Out anak2 kelas VI SD...
sampai pusing banget,, tapi gpp.. buat ibu q sayang,, apa sich yang enggak,, ^_^

pagi tadi susah bangun.. badan pegel2.. pusing.. kdinginan..
akhirnya bobok lagi sampai jam 7..
ckckckck... anak perempuan kok ky gitu,, (jangan ditiru..) ^o^

tadi pagi, abis bangun langsung nonton film..
dari RESIDENT EVIL pertaman sampe keempat langsung q habisi..
abis itu,, nntn WANTED.nya Angelina Jolie..
Keren abis..
sampe lupa makan,, cuma makan brownies dikit dari ayah..
abis ibu pulang ngantor,, jam 13.00an tadi, beliau langsung ngangetin Cap Cay, Ayam goreng, sama bola2 daging.. akhirnya makan bareng ibu juga.. bisa cerita2 banyak.. lama bgt nunggu waktu biar bisa ky gini.. dan akhirnya keturutan juga walopun cuma bentar.. ibu udah keburu ngelesi.. seharusnya aku bantu ngelesi.. tapi bntar lagi.. nanggung mo posting dulu..

ngenet hari ini aq dapet beberapa katalog bwt nerusin skolah nanti..
yang pertama Royal Academy of Music.. langsung tertarik, tapi kejauhan..
yang kedua Stanford University.. tertarik banget.. bismillah.. (smoga aja..)..
yang ketiga The University of Nottingham.. tertarik sangat.. tapi sama ky RAM.. di UK.. jauh..
yang terakhir The University of Melbourne.. ini juga.. smoga aja.. bismilah..
tinggal usahanya aja...

" bukan karena aku lari dari kenyataan.. namun sepertnya, aku harus menggapai mimpiku untuk masa depanku.. dan matematika bukanlah tujuanku saat ini.. terlalu banyak rintangan dan itu tidak habis2 ketika aku mulai berada disini.. jarang ada manis, yang ada hanya pahit.. semuanya merupakan proses pendewasaanku.. tapi sungguh.. aku hanya ingin melupakan masa laluku yang kelam, dan mencoba tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.. semuanya hanya Allah yang tau.. kita tinggal berusaha, dan selalu berdoa kepada-Nya.. ini semua adalah yang terbaik untukku, untuk kalian, dan untuk kita semua.. "


phiphi_honey..@16.30
Baca selengkapnya »

Biarlah Rahsia -Sit Nurhaliza-

0 Comment
Pernahkah kau bermimpi seketika
Berada di tempat ku
Membayangkan pahit manis berlaku
Tak siapa yang tahu

Mungkin nanti kau jua merasakan
Berdepan dengan kata menyesatkan
Tak kan ku melupakan
Tiada pertimbangan

##

Chorus:

Keheningan malam membalutkan
Kepayahan jiwa meluahkan
Andai kau jujur memahami
Tiadaku menjauhi

###

*Dan kisahku yang masih panjang
Menambahkan berat yang memandang
Lantasku pendam ku putuskan
Biarlah rahsia
Semakin aku hitung dalam cinta
Tiada kuasa mampu menghalangnya
Hentikan kata-kata bertulangkan dusta

##

Ulangi Chorus

Ulangi *

###

Dan kisah ku yang masih panjang
Menambahkan berat yang memandang
Lantas ku pendam ku putuskan
Biarlah rahsia
Pernahkah kau bermimpi seketika berada di tempatku...
Baca selengkapnya »

Tak Berawal Tak Berakhir - Shanty

0 Comment

seperti embun hatiku
selalu merasakan beban ini
walau selalu terjalin suatu benci
namun akankah kau mengerti

* seluruh kata kutulis
dan kuucap dengan sepenuh hati
dengan nafas yang tak pernah melemah
penuh harapan kepadamu

reff: tak tahu dimanakah awalnya
rasa ini tumbuh dengan tulus
dan apakah ini akan berakhir
semuanya di luar kuasaku

hanya saja selagi ku hidup
seluruh pikir dan ilham untukmu
takkan kubagi walaupun setetes
segenap hidupku untukmu

repeat *
repeat reff

Baca selengkapnya »

Twinkle, twinkle, little star

0 Comment
Twinkle, twinkle, little star,
How I wonder what you are!
Up above the world so high,
Like a diamond in the sky!

When the blazing sun is gone,
When he nothing shines upon,
Then you show your little light,
Twinkle, twinkle, all the night.

Then the traveller in the dark,
Thanks you for your tiny spark,
He could not see which way to go,
If you did not twinkle so.

In the dark blue sky you keep,
And often through my curtains peep,
For you never shut your eye,
Till the sun is in the sky.

As your bright and tiny spark,
Lights the traveller in the dark,
Though I know not what you are,
Twinkle, twinkle,little star.
Baca selengkapnya »

Toora, loora, loora

0 Comment
Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
Hush, now, don't you cry
Ah,
Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
It's an Irish lullaby

Over in Killarney, many years ago
My mother sang this song to me in tones so sweet and low
Just a simple little ditty in her good old Irish way
And I'd give the world if she could sing that song to me
this day

Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
Hush, now, don't you cry
Ah,
Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
It's an Irish lullaby
Baca selengkapnya »

The grand old Duke of York

0 Comment
Oh, the grand old Duke of York,
He had ten thousand men;
He marched them up to the top of the hill,
And he marched them down again.
And when they were up, they were up,
And when they were down, they were down,
And when they were only half way up,
They were neither up nor down.
Baca selengkapnya »

Swing low, sweet chariot

0 Comment
Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home
Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home

I looked over Jordan and what did I see
Comin' for to carry me home
A band of angels comin' after me
Comin' for to carry me home

Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home
Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home

If you get to heaven before I do
Comin' for to carry me home
Tell all my friends I'm comin' there too
Comin' for to carry me home

Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home
Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home

I'm sometimes up and sometimes down
Comin' for to carry me home
But still I know I'm heavenly (freedom) bound
Comin' for to carry me home

Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home
Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home

If I get there before you do
Comin' for to carry me home
I'll cut a hole and pull you through
Comin' for to carry me home

Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home
Swing low, sweet chariot
Comin' for to carry me home
Baca selengkapnya »

Sleep, baby, sleep

0 Comment
Sleep, baby, sleep
Your father tends the sheep
Your mother shakes the dreamland tree
And from it fall sweet dreams for thee
Sleep, baby, sleep
Sleep, baby, sleep

Sleep, baby, sleep
Our cottage vale is deep
The little lamb is on the green
With snowy fleece so soft and clean
Sleep, baby, sleep
Sleep, baby, sleep
Baca selengkapnya »

One, two, three

0 Comment
One, two, three, four, five,
Once I caught a fish alive,
Six, seven, eight, nine, ten,
Then I let it go again.
Why did you let it go?
Because it bit my finger so.
Which finger did it bite?
This little finger on my right.
Baca selengkapnya »

Old King Cole

0 Comment
Old King Cole
Was a merry old soul
And a merry old soul was he;
He called for his pipe
And he called for his bowl
And he called for his fiddlers three.
Every fiddler he had a fiddle
And a very fine fiddle had he;
Oh, there's none so rare
As can compare
With King Cole and his fiddlers three.
Baca selengkapnya »

Rock-a-bye baby

0 Comment
Rock-a-bye baby, in the tree top
When the wind blows, the cradle will rock
When the bough breaks, the cradle will fall
And down will come baby, cradle and all
Baca selengkapnya »

Little boy blue

0 Comment
Little boy blue, come blow your horn,
The sheep's in the meadow, the cows in the corn
Where is the boy who looks after the sheep?
He's under the haystack, fast asleep.
Baca selengkapnya »

Lavender's blue

0 Comment
Lavender's blue, dilly dilly,
Lavender's green
When you are King, dilly dilly,
I shall be Queen

Who told you so, dilly dilly,
Who told you so?
'Twas my own heart, dilly dilly,
That told me so

Call up your friends, dilly, dilly
Set them to work
Some to the plough, dilly dilly,
Some to the fork

Some to the hay, dilly dilly,
Some to thresh corn
Whilst you and I, dilly dilly,
Keep ourselves warm

Lavender's blue, dilly dilly,
Lavender's green
When you are King, dilly dilly,
I shall be Queen

Who told you so, dilly dilly,
Who told you so?
'Twas my own heart, dilly dilly,
That told me so.
Baca selengkapnya »

Incey wincey spider

0 Comment
The incey wincey spider
Climbed up the spout
Down came the rain
And washed the spider out
Out came the sun
And dried up all the rain
And the incey wincey spider
Climbed up again
Baca selengkapnya »

Hush, little baby

0 Comment
Hush, little baby, don't say a word.
Papa's gonna buy you a mockingbird

And if that mockingbird won't sing,
Papa's gonna buy you a diamond ring

And if that diamond ring turns brass,
Papa's gonna buy you a looking glass

And if that looking glass gets broke,
Papa's gonna buy you a billy goat

And if that billy goat won't pull,
Papa's gonna buy you a cart and bull

And if that cart and bull turn over,
Papa's gonna buy you a dog named Rover

And if that dog named Rover won't bark
Papa's gonna buy you a horse and cart

And if that horse and cart fall down,
You'll still be the sweetest little baby in town
Baca selengkapnya »

Golden slumbers

0 Comment
Golden slumbers kiss your eyes,
Smiles await you when you rise.
Sleep,
pretty baby,
Do not cry,
And I will sing a lullaby.

Cares you know not,
Therefore sleep,
While over you a watch I'll keep.
Sleep,
pretty darling,
Do not cry,
And I will sing a lullaby.
Baca selengkapnya »

Frere Jacques

0 Comment
Frere Jacques, Frere Jacques,
Dormez-vous? Dormez-vous?
Sonnez les matines, sonnez les matines
Ding dang dong, ding dang dong.

English version

Are you sleeping, are you sleeping?
Brother John, Brother John?
Morning bells are ringing, morning bells are ringing
Ding dang dong, ding dang dong
Baca selengkapnya »

Day is done

0 Comment
Day is done, gone the sun
From the lakes, from the hills, from the sky
All is well, safely rest;
God is high.
Baca selengkapnya »

Brahms' lullaby

0 Comment
Lullaby and good night, with roses bedight
With lilies o'er spread is baby's wee bed
Lay thee down now and rest, may thy slumber be blessed
Lay thee down now and rest, may thy slumber be blessed

Lullaby and good night, thy mother's delight
Bright angels beside my darling abide
They will guard thee at rest, thou shalt wake on my breast
They will guard thee at rest, thou shalt wake on my breast

(original German)

Guten Abend, gute Nacht, Mit Rosen bedacht,
Mit Naeglein besteckt, schlupf unter die Deck'
Morgen frueh, wenn Gott will, wirst du wieder geweckt
Morgen frueh, wenn Gott will, wirst du wieder geweckt

Guten Abend, gute Nacht, Von Englein bewacht
Die zeigen im Traum, dir Christkindleins Baum
Schlaf nun selig und suess, Schau im Traum's Paradies
Schlaf nun selig und suess, Schau im Traum's Paradies
Baca selengkapnya »

All through the night

0 Comment
Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
Hush, now, don't you cry
Ah,
Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
It's an Irish lullaby

Over in Killarney, many years ago
My mother sang this song to me in tones so sweet and low
Just a simple little ditty in her good old Irish way
And I'd give the world if she could sing that song to me
this day

Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
Hush, now, don't you cry
Ah,
Toora, loora, loora
Toora, loora, li
Toora, loora, loora
It's an Irish lullaby
Baca selengkapnya »

All the pretty horses lyrics

0 Comment
Hush-a-bye don't you cry,
Go to sleep-y, little baby.
When you wake you shall have
All the pretty little horses.
Blacks and bays, dapple grays,
Coach and six white horses.
Hush-a-bye don't you cry,
Go to sleep-y, little baby.
Baca selengkapnya »

17 JANUARI 2011

0 Comment
Hmm,,, hari ini tanggal 17 Januari 2011..
Bangun tidur tadi, kepala rasanya pusing... trus bobok lagi 5menit.. bangun-bangun,, kepala pusing lagi... memang susah punya penyakit darah rendah.. ga doyan sate kambing pula...
gmn bsa smbuh,?? 0_o

abis tidur tadi langsung mandi.. abis mandi,, siap2 sambil dengerin MP3, lagunya Miss A-Breath-, CN-Blue " I'm A Loner ", sm SNSD " Into The New World " jadi semangat lagi.. akhirnya, berangkat ke kampus sama Ratnaningtyas Widyani Purnamasari, jalan kaki'.. tanpa memakai baju batik hima, dengan PeDenya ke kampus.. Untung Dian Septiani ga ikut KMM.. Jadi aku bisa pinjem BaHimnya berkat Tyas jg..

aku dianter Tyas ke kos Dian, aku pake' bahimnya.. alhamdulillah muat.. abis itu, kita menuju PKM, nunggu tmn2 HIMATIKA 2010 kumpul, lalu kita berFoto bersama.. abis itu, kita smua ke Gd. D10 ruang seminar buat sidang..
oiya.. hari ini, ada Kongres Mahasiswa Matematika.. itu acara sidang buat pertanggungjawaban kegiatan Himatika setaun ini.. awal mulai acara, smuanya masih seger2.. semangat2.. acaranya juga oke.. kita betah sampe ISHOMA.. kbetulan aq lg ga sholat.. nah aku turun ke bawah.. Alhasil karena sesuatu hal, HAL TERGOKIL HARI INI " kaki' q kecebur ke GOT!!!!"
hahaa.. berkat sesuatu itu lah aq bersemangat lagi..
kembali ke ruang sidang, aq pusing lagi.. kepala pening,, mo pingsan.. akhirnya nunggu di luar ruang sidang.. baru mau sms mbak ELMI MELANI,, eh,, malah dy pingsan duluan... cape deeeeech,,,,,,, ^_^ ga jadi pingsan dech....
masak pingsan sampe 2 kali,,, gokil bgt... tpi aq akn slalu ada bwt mbak ELMI MELANI..
hahaaa cpet smbuh mbak q sayang,,,
^_^

hhh,.. capek.. acaranya blom slse.. udah jam 5.05 p.m. moga aja cpet2 dipending, trus dilanjutin bsok lagi.. otak q udah ga tahan sama sidang2 ini..
God Help Me..

oke dah,, i think it's enough...

buat orang2 yang bikin aku tertawa dan tersenyum hari ini,,, makasiiih bgt...
terutama orang yang bersangkutan di "GOT" accident..
Arigatou Gozaimasuta..
^_^
Baca selengkapnya »

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana

0 Comment

Penulis : Inayati

Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.

Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”

Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.

Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.

Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.

Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.

Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.

Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.

”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.

”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.

Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.

Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.

”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.

Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.

Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.

Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.

”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.

Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?

Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?

Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.

Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.

Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.

Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Lewat kata yang tak sempat disampaikan

Awan kepada air yang menjadikannya tiada

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *

Baca selengkapnya »

Cinta Sepotong Mimpi

0 Comment

Penulis : Hara Hope*

Dapatkah seseorang mencinta hanya karena sepotong mimpi? Mustahil. Namun, adikku semata wayang mengalaminya – setidaknya itu yang diakuinya.

Gadis yang dicintainya adalah Lala, adik sepupunya sendiri. Wajar, bukan? Bahkan, menjadi halal saat kedua orang tuaku kemudian berpikir untuk meminangnya.

Semua berawal dari penuturan Jamal. Ia bilang, ia memimpikan Lala sebagai gadis yang diperkenalkan Ibu kepadanya sebagai calon istrinya.

“Kami sudah saling mengenal, Bu,” kata Jamal dalam mimpi itu dengan malu-malu. Gadis itu pun mengangguk dengan senyum malu-malu pula.

Sebenarnya Jamal tidak terlalu meyakini gadis itu adalah Lala. Wajahnya samar terlihat. Namun, Jamal merasakan aura gadis itu cukuplah ia kenal. Hebatnya, ini diperkuat oleh ayah kami. Di malam yang sama, beliau bermimpi tentang Jamal yang duduk di kursi pelaminan bersama Lala! Apakah ini pertanda? Entah. Hanya saja, sejak itu aku merasakan pandangan Jamal terhadap Lala berubah.

Mereka sebenarnya teman bermain di waktu kecil, namun tak pernah bertemu lagi sejak remaja. Keluarga Lala tinggal jauh di Surabaya, sementara kami di Jakarta. Kami jarang berkumpul, bahkan saat lebaran, sehingga kenangan yang dimiliki Jamal tentang Lala adalah kenangan di masa kecil dulu sebagai abang yang kasih kepada adiknya. Kasih dimana sama sekali tak terpikirkan untuk memandang Lala sebagai gadis yang pantas dicintai, bahkan halal dinikahi. Namun, mimpi itu mampu menyulap semuanya menjadi…cinta (?).

Mari katakan aku terlalu cepat menyimpulkan sebagai cinta. Barangkali saja itu hanya pelangi yang tak kunjung sirna mengusik relung hati adikku. Pelangi yang mampu merubahnya menjadi sok melankolis hingga membuat kami sekeluarga khawatir melihat ia kerap termenung menatap kejauhan, untuk kemudian mendesah perlahan.

“Mungkin kau harus menemuinya di Surabaya,” kata Ibu.

”Rasanya tak usah, Bu. Masak hanya karena bunga tidur aku menemuinya,” jawab Jamal.

”Barangkali saja itu pertanda.”

”Bahwa Lala jodoh saya?”

”Bukan. Bahwa sudah lama kau tak mengunjungi mereka untuk bersilaturahmi. Biar nanti Mbakmu dan suaminya yang menemanimu kesana.”

Jamal tertegun sejenak untuk kemudian mengangguk.

Wah, pintar sekali Ibu membujuk. Padahal tanpa sepengetahuan adikku yang pendiam itu, Ibu menyerahi kami tugas untuk ”meminang” Lala. Ibu betul-betul yakin mimpi itu sebagai pertanda sehingga memintaku menanyakan kepada Lala tentang kemungkinan kesediaannya dipersunting Jamal.

”Kenapa tidak minta langsung saja pada Paklik? Biar mereka dijodohkan saja,” kataku waktu itu.

”Ah, adikmu itu takkan mau.”

”Tapi…”

”Sudahlah. Ibu tahu Jamal belum terlalu dewasa. Kuliah saja belum selesai. Tapi setidaknya ia memiliki penghasilan dari usaha sambilannya berdagang, ‘kan?”

“Bukan itu maksudku. Apa Ibu yakin Jamal mau dengan Lala? Barangkali saja mimpinya hanya romantisme sesaat.”

Ibu tercenung. Aku yakin Ibu belum memastikan ini. Yang beliau tahu hanya Jamal yang bertingkah aneh. Itu saja. Selebihnya ia perkirakan sendiri. Sepertinya justru Ibulah yang ngebet ingin meminang Lala.

”Kupercayakan semua itu padamu.”

Walah! Berarti tugasku berlipat-lipat! Selain memastikan kesediaan Lala, aku pun harus memastikan perasaan adikku sendiri.

***

Ia diam. Sudah kuduga reaksinya begitu jika kutanyakan tentang kemungkinan perjodohannya dengan Lala.

“Kamu mencintainya?” Aku mengganti pertanyaan. Kali ini Jamal malah terkekeh.

”Mungkin… Entahlah. Rasanya tak wajar.”

Tentu saja tak wajar! Bagiku, mencinta karena sepotong mimpi hanya omong kosong. Lagi pula Jamal tak tahu seperti apa wajah dan kepribadian Lala dewasa ini. Aku pun tak tahu.

“Santai saja, Mal. Tak usah dipikirkan. Yang penting kita tiba dulu di sana,” kata Bang Rohim, suamiku.

***

Setiba di Surabaya, kami disambut keluarga Lala hangat.

”Wah, iki Jamal tho? Oala, wis gedhe yo?!” ucap Bulik.

Jamal hanya tersenyum. Apalagi saat pipi gendutnya dijawil Bulik seperti saat ia kanak-kanak dulu.

”Mana Lala, Bulik?” tanyaku saat tak mendapati anak semata wayangnya itu.

”Ada di dapur. Sedang bikin wedhang.”

Aku segera ke dapur. Aku sungguh penasaran seperti apa Lala sekarang. Kulihat seorang gadis di sana. Subhanalah, cantiknya! Ia mencium tanganku. Hmm, santun pula. Cukup pantas untuk Jamal. Tapi, aku harus menahan diri. Kata Bang Rohim, butuh pendekatan persuasif untuk menjalankan misi ini. Aku tak yakin aku bisa sehingga menyerahkan sepenuhnya skenario kepadanya.

Tak banyak yang dilakukan Bang Rohim selain meminta Lala menjadi guide setiap kami bertiga pergi ke pusat kota. Ia melarangku membicarakan soal perjodohan, pernikahan, pinangan atau apapun istilahnya kepada Lala. Katanya, kendati kami keluarga dekat, sudah lama kami tidak saling bersua. Bisa saja Lala memandang kami sebagai ”orang asing”. Upaya melancong bersama ini demi untuk mengakrabkan kembali Jamal, Lala dan aku. Kiranya ini dapat memudahkanku saat mengutarakan maksud kedatangan kami sesungguhnya nanti.

Malam ini saat dimana aku diperbolehkan suamiku mengungkapkan semuanya kepada Lala. Seharusnya memang begitu. Tapi Jamal mendahuluiku. Tak kusangka ia serius dengan perasaannya. Ia utarakan semuanya. Tentang mimpinya, tentang jatuh cinta, bahkan tentang pinangan.

“Mungkin Dik Lala menganggap ini konyol. Abang juga merasa begitu. Tapi, setidaknya sekarang Abang yakin dengan perasaan Abang. Jadi, mau tidak kalau Lala Abang lamar?”

Bukan manusia kalau Lala tidak kaget ditembak seperti itu. Ia tampak galau. Seperti aku dulu. Sayang Lala tak merespon seperti aku merespon pinangan Bang Rohim dulu.

“Maaf, Mas. Aku terlanjur menganggapmu sebagai kakak. Rasanya sulit untuk merubahnya.”

Berakhirlah. Sampai di sini saja perjuangan kami di Surabaya. Jamal tersenyum mengerti, namun kuyakini hatinya kecewa. Cintanya yang magis tak berakhir manis. Kami pulang ke Jakarta dengan penolakan.

Sejak hari itu, Jamal tak terlihat lagi melankolis. Ia kembali sibuk dalam aktivitasnya. Adikku itu benar-benar hebat. Kendati patah hati, ia tak mau larut dalam perasaannya. Bahkan, belakangan aku tahu ia belum menyerah. Setidaknya penolakan itu berhasil mengakrabkan kembali Jamal dengan Lala. Mereka berdua kerap berkirim SMS sekedar menanyakan kabar ataupun saling bercerita. Jamal betul-betul memandang ini sebagai peluang untuk mengubah pandangan Lala terhadapnya.

Waktu kian berganti hingga masa dimana Jamal mengutarakan lagi keinginannya itu. Sayang ditolak lagi. Begitu berulang hingga tiga kali.

Ayah dan Ibu prihatin melihatnya. Mereka tak bisa berbuat banyak. Keinginan mereka untuk menjodohkan saja keduanya Jamal tolak.

”Syarat orang yang menjadi calon istriku, haruslah tulus ikhlas menjadi pendampingku. Atas kemauannya sendiri, bukan pihak lain!” Begitu alasannya selalu.

Terserahlah apa katanya. Tapi ini sudah menginjak tahun kelima Jamal memelihara cinta tak kesampaian ini. Usianya kian mendekati kepala tiga. Cukup mengherankan ia tetap memeliharanya terus. Rasanya tak layak cinta itu dipelihara terus. Ia harus diberangus. Lala bukanlah gadis terakhir yang hidup di dunia. Untuk itu Ibu, Ayah dan aku kongkalikong untuk membunuh cinta Jamal. Sudah saatnya ia mempertimbangkan gadis-gadis lain. Kebetulan ada yang mau. Pak Haji Abdullah sejak lama ingin bermenantukan Jamal dan menyandingkannya dengan Azisa, anak sulungnya. Kami susun perjodohan tanpa sepengetahuan Jamal. Lantas, kami sekeluarga berusaha ”menghasut” Jamal untuk memperhitungkan keberadaan Azisa, temannya sejak SMU itu.

Alhamdulillah berhasil. Hati Jamal mulai terbuka untuk Azisa sehingga saat Pak Haji Abdullah meminta dirinya menjadi menantu, ia tak punya lagi pilihan selain mengiyakan.

***

Kesediaan Jamal memang sudah didapat, namun anehnya ia tak kunjung juga menentukan tanggal pernikahan. Kali ini naluriku sebagai kakak turut bermain. Rasanya Jamal tengah menghadapi masalah yang tak dapat dibaginya kepada siapapun, termasuk Azisa. Saatnya aku menjadi kakak yang baik untuknya.

”Entahlah, Mbak. Rasanya aku tak siap untuk menikah.”

Mataku terbelalak saat Jamal mengutarakan penyebabnya.

”Apa pasal?” tanyaku agak jeri. Aku tak berani membayangkan jika Jamal tiba-tiba membatalkan perjodohan. Keluarga kami bisa menanggung malu!

”Rasanya Azisa bukan jodohku.”

Aku semakin terkesiap. Aku mulai menduga-duga arah pembicaraannya.

”Lala-kah?” tanyaku. Jamal mengangguk pelan, namun pasti.

”Sebenarnya mimpi tempo hari itu tak sekonyong datang. Aku memintanya kepada Tuhan. Aku meminta Dia memberikan petunjuk tentang jodohku kelak. Dan yang muncul ternyata Lala!”

Aku kembali terdiam. Aku benar-benar payah. Sudah setua ini, masih saja tak dapat menjadi kakak yang baik buat Jamal. Aku bingung harus menanggapi bagaimana.

”Maafkan jika selama ini Mbak tak bisa menjadi kakak yang baik, Mal. Bahkan untuk masalahmu satu ini pun Mbak tak bisa menjawab. Hanya saja, kita tak akan pernah benar-benar tahu apa yang kita yakini benar itu sebagai kebenaran, Mal. Termasuk mimpimu. Mbak tidak tahu lagi harus menganggapnya omong kosong ataukah benar-benar pertanda. Kalaulah mimpi itu pertanda, pasti banyak sekali maknanya.”

”Kamu memaknainya sebagai cinta dan jodoh, Ibu memaknainya sebagai silaturahmi dan Ayah memaknainya sebagai tipikal istri ideal bagimu. Bukankah Azisa pun tak berbeda jauh dengan Lala? Mimpi itu nisbi, Mal.”

Jamal hanya mendesah pelan sambil memandang kejauhan. Mukanya masam. Mungkin tak menghendaki aku bersikap tak mendukungnya.

”Mungkin,” lanjutku, ”ini hanya masalah cinta saja. Mungkin hatimu masih hidup dalam bayangan Lala dan tak pernah sekali pun memberi kesempatan untuk dimasuki Azisa. Kau hidup di kehidupan nyata, Mal. Sampai kapan akan menjadi pemimpi?!”

Aku tersentak oleh ucapanku sendiri. Tak kuduga akan mengucapkan ini. Bukan apa-apa. Beberapa waktu lalu kami mendengar kabar Lala menerima pinangan seseorang. Kendati menyerah, aku yakin Jamal masih memiliki cinta untuk Lala. Ia pasti sakit. Aku betul-betul kakak yang tak peka. Aku menyesal. Aku peluk Jamal, menangis sesal.

Jamal turut menangis. Isaknya berenergi kekesalan, kekecewaan, kesepian, keputus-asa-an, bahkan kesepian. Aku terenyuh. Betapa ia menderita selama ini.

“Besok kita batalkan saja perjodohan dengan Azisa, Mal. Itu lebih baik ketimbang kau tak ikhlas menjalaninya nanti. Itu katamu tentang pernikahan, ‘kan? Kita bicarakan dulu dengan Ayah dan Ibu.”

Kupikir ini yang terbaik. Tak bijak rasanya tetap berkeras melangsungkan perjodohan di saat Jamal rapuh begini. Di saat Jamal terluka dan bimbang pada perasaannya. Biarlah keluarga kami menanggung malu bersama.

“Tidak. Kita teruskan saja. Aku ikhlas menjalani sisa hidupku bersama Azisa. Mungkin aku hanya membutuhkan sedikit menangis saja. Aku pergi dulu ke rumah Pak Haji untuk membicarakan ini. Assalamu’alaikum.”

Kutatap kepergian Jamal dengan perasaan tak tentu. Kalau diingat semua ini terjadi karena mimpi. Ya, Allah apakah benar mimpi itu pertanda-Mu? Jikalau benar kenapa sulit sekali terrealisasi? Jika pun tidak benar kenapa banyak orang mempercayai?

Aku terpekur. Maafkan aku adikku. Aku hanyalah insan, yang tak mampu menerjemahkan segala misteri-Nya, bahkan yang tersurat sekalipun. Aku hanya berusaha. Dia tetap yang menentukan. Maafkan aku.

Baca selengkapnya »

Miss A ::LOVE AGAIN:: ^_^

0 Comment

simjangi kwak meomchwobeoryeosseo ireodaga na keunillagesseo
niga mwon~de nal ullineun geonde

maennal uldaga bapdo gurmdaga saldo ppajyeo ijen otdo an majeo
wae jakku neon naege apeumman juneunde
(geureon namja neoneun geureon namja)

michidorok neoman wonhaenneunde idaero nan neo eobsineun andwae
dasi saranghallae ni jariro ollae

hanbeonman deo nimam naege jullae ni yeopeseo neoman barabollae
dasi saranghallae neol nae gyeote dullae

haruga machi illyeon gata neo eomneun sesangeun jiok gata
eotteokhamyeon naege dasi doraoni eotteokhamyeon naemam arajuni
naega mwor~ geuri jalmotaenneunde ireoke neoreul bol su eomneun ge
oneuldo nareul ulgo utge hae

nunmureun jjuk da mallabeorigo simjangeun gyesok meomchwoseo isseo
ireon naemam jeongmal neon moreuneun geoni
(geureon namja neoneun geureon namja)

anigetji anigetji dasi doraonda bireobwado mideobwado neoneun sosik eopda
wae jakkuman irae ijeoya haneunde geuge na jal andwae jeongmal andwae

Baca selengkapnya »

SNSD::into the new world:: ^_^

0 Comment
[TaeYeon] juhn hae joo guh sheep uh seul peun shee gahn ee dah heut uh jeen hoo eh yah deul ree jee mahn
[SeoHyeon] noon eul gahm goh neu ggyuh bwah oom jeek ee neun mah eum nuh reul hyahng hahn nae noon beech eul

[Jessica] teuk byuhl hahn gee juhk eul gee dah ree jee mahn noon ahp eh suhn oo ree eh guh cheen geel eul

[Yuri] Ahl soo uhp neun mee rae wah byuhk bah ggoo jee ahn ah poh gee hahl soo uhp suh

[Tiffany] byuhn chee ahn heul sah rahng eu roh jee kyuh jwuh sahng chuh eep eun nae mahm ggah jee

[Sunny] shee suhn sohk eh suh mahl eun peel yoh uhp suh muhm chwuh jyuh buh reen ee shee gahn

[All] sah rahng hae nuhl ee neu ggeem ee dae roh geu ryuh waht duhn heh maem eem eh ggeut

ee seh sahng sohk eh suh bahn bohk dweh neun seul peum ee jehn ahn nyuhng
soo mahn heun ahl soo uhp neun geel sohk eh hwee mee hahn bee cheul nahn jjoh chah gah
uhn jeh gah jee rah doh hahm ggeh hah neun guh yah dah shee mahn nahn nah eh seh gyeh

[YoonA] teuk byuhl hahn gee juhk eul gee dah ree jee mah noon ahp eh suhn oo ree eh guh cheen geel eun

[TaeYeon] ahl soo uhp neun mee rae wah byuhk bah ggoo jee ahn ah poh gee hahl soo uhp suh

[SooYoung] byuhn chee ahn heul sah rahng eu roh jee kyuh jwuh sahng chuh eep eun nae mahm ggah jee

[HyoYeon] shee suhn sohk eh suh mahl eun peel yoh uhp suh muhm chwuh jyuh buh reen ee shee gahn

[All] sah rahng hae nuhl ee neu ggeem ee dae roh geu ryuh waht duhn heh maem eem eh ggeut

ee seh sahng sohk eh suh bahn bohk dweh neun seul peum ee jehn ahn nyuhng
soo mahn heun ahl soo uhp neun geel sohk eh hwee mee hahn bee cheul nahn jjoh chah gah
uhn jeh gah jee rah doh hahm ggeh hah neun guh yah dah shee mahn nahn oo ree eh

[SeoHyeon] ee ruh geh ggah mahn bahm hohl roh neu ggee neun

[Jessica] geu dae eh boo deu ruh oon soom gyuhl ee
[TaeYeon] ee soon gahn ddah seu hah geh gahm gyuh oo neh
[TaeYeon, Jessica] moh deun nah eh dduhl reem juhn hahl rae

[All] sah rahng hae nuhl ee neu ggeem ee dae roh geu ryuh waht duhn heh maem eem eh ggeut

ee seh sahng sohk eh suh bahn bohk dweh neun seul peum ee jehn ahn nyuhng
nuhl saeng gahk mahn hae doh nahn gahng hae jyuh ool jee ahn geh nah reul doh wah jwuh
ee soon gah eh neu ggeem hahm ggeh hah neun guh yah dah shee mahn nahn oo ree eh
Baca selengkapnya »